Diperlukan Hanya 1 Bulan bagi Israel untuk Membunuh 10 Ribu Warga Palestina

by -112 Views

Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan Martin Griffiths terpukul atas angka kematian di Jalur Gaza akibat serangan Israel yang telah menembus 10 ribu jiwa. Apalagi mengingat bahwa jumlah korban terbunuh itu terjadi dalam kurun satu bulan.

“10 ribu warga Palestina dilaporkan telah terbunuh sejak 7 Oktober. 10 ribu orang dalam satu bulan. Ini bertentangan dengan kemanusiaan,” tulis Griffiths lewat akun resminya, Selasa (7/11/2023).

Menurut data yang dirilis Kementerian Kesehatan di Gaza, hingga Senin (6/11/2023) lalu, jumlah warga di sana yang terbunuh sejak dimulainya agresi Israel pada 7 Oktober 2023 lalu telah mencapai 10.022 jiwa. Sebanyak 4.104 di antaranya adalah anak-anak. Sementara korban luka melampaui 26 ribu orang.

Pada Senin lalu, Dewan Keamanan (DK) PBB menggelar sesi tertutup untuk membahas situasi di Gaza. Uni Emirat Arab (UEA) menjadi negara yang meminta digelarnya sesi tersebut. Itu merupakan pertemuan keenam DK PBB untuk membahas situasi di Palestina sejak 7 Oktober 2023 lalu.

Dilaporkan Anadolu Agency, sebelum sesi tertutup DK PBB dimulai, Duta Besar Gabon untuk PBB Michel Xavier Biang mengakui ketidakmampuan DK mencapai kesepakatan untuk menghentikan perang di Gaza. Menurutnya, salah satu faktor yang menyebabkan hal itu adalah adanya persaingan antar negara adidaya. Dalam konteks ini yaitu lima negara anggota tetap DK yang memiliki hak veto, yaitu Amerika Serikat (AS), Prancis, Inggris, Cina, dan Rusia.

Biang berpendapat persaingan antara negara adidaya di DK PBB merupakan salah satu permasalahan paling mendasar yang menyebabkan lembaga tersebut tak dapat bertindak. Dia menilai, selain itu, permasalahan lainnya adalah ketidakmampuan para negara anggota mencapai konsensus. Biang menekankan, Gabon, sebagai negara yang saat ini menduduki kursi anggota tidak tetap DK, mendukung gencatan senjata kemanusiaan segera.

DK PBB sudah empat kali gagal mengadopsi rancangan resolusi jeda kemanusiaan untuk Gaza. Resolusi DK dibutuhkan untuk menghentikan pertempuran di Gaza. Sebab resolusi DK legally binding atau mengikat secara hukum.

Pada 16 Oktober 2023 lalu, resolusi rancangan Rusia yang berisi seruan gencatan senjata kemanusiaan dalam perang antara Hamas dan Israel gagal disahkan di DK PBB. Rancangan resolusi tersebut memperoleh lima suara setuju (Cina, Gabon, Mozambik, Rusia, dan Uni Emirat Arab), empat menentang (Prancis, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat), dan enam lainnya abstain (Albania, Brasil, Ekuador, Ghana, Malta, dan Swiss).

Rancangan resolusi Rusia menyerukan gencatan senjata kemanusiaan, pembebasan semua sandera, akses bantuan, dan evakuasi warga sipil yang aman. Negara anggota DK PBB terpecah atas usulan resolusi tersebut karena kurangnya kecaman khusus terhadap Hamas.

Agar DK dapat mengadopsi sebuah resolusi, rancangan resolusi harus mendapat setidaknya sembilan suara setuju,dan tidak diveto oleh satu pun dari lima negara anggota tetap DK, yakni AS, Rusia, Cina, Prancis, dan Inggris. Rancangan resolusi Rusia gagal diadopsi pada 16 Oktober 2023 lalu karena tak mencapai ambang batas persetujuan dan ditolak tiga negara anggota tetap DK, yaki AS, Inggris, dan Prancis.

Pada 18 Oktober 2023, DK PBB kembali bersidang untuk melakukan pemungutan suara atas rancangan resolusi Brasil yang turut menyerukan gencatan senjata kemanusiaan di Jalur Gaza. Namun rancangan resolusi tersebut kembali gagal diadopsi. Sebanyak 12 negara anggota DK sebenarnya mendukung usulan resolusi Brasil, termasuk Cina dan Prancis sebagai anggota tetap. Sementara Rusia dan Inggris memilih abstain. Namun AS memilih memveto atau menggugurkan rancangan resolusi tersebut.

Rancangan resolusi Brasil mengutuk semua aksi kekerasan dan permusuhan terhadap warga sipil serta semua tindakan terorisme. Resolusi pun menyerukan pembebasan segera para sandera tanpa syarat. Selain itu, usulan resolusi Brasil turut menyerukan perlindungan terhadap semua personel medis, personel kemanusiaan, serta fasilitas medis dan rumah sakit, sesuai dengan hukum humaniter internasional. Namun dalam resolusi Brasil memang tak ada kecaman eksplisit terhadap Hamas. AS kemudian memilih memveto rancangan resolusi tersebut.

Jika rancangan resolusi Brasil diadopsi, ia dapat membatalkan perintah Israel terhadap warga sipil dan staf PBB mengevakuasi diri mereka dari wilayah utara ke selatan Gaza. Resolusi tersebut pun akan sangat mendesak suplai barang dan jasa esensial bagi warga Gaza tanpa hambatan, termasuk di dalamnya air, makanan, listrik, bahan bakar, dan pasokan medis, berdasarkan hukum kemanusiaan internasional.

Pada 25 Oktober 2023, DK PBB kembali bersidang untuk melakukan pemungutan suara atas rancangan resolusi jeda kemanusiaan di Gaza yang diajukan Rusia dan AS. Rancangan resolusi yang diajukan AS menyerukan jeda kemanusiaan di Gaza. Namun dalam resolusi tersebut turut termaktub kecaman terhadap Hamas atas serangannya ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu.

Rancangan resolusi AS didukung 10 negara anggota DK. Namun Rusia, Cina, dan Uni Emirat Arab menentangnya. Sementara dua negara lainnya, yakni Brasil dan Mozambik memilih abstain. Karena ditolak Moskow dan Beijing, draf resolusi AS tak dapat diadopsi.

Sementara rancangan resolusi Rusia gagal disahkan karena tak memperoleh jumlah dukungan. Rancangan yang turut menyerukan jeda kemanusiaan itu didukung empat negara (Cina, Gabon, Rusia dan Uni Emirat Arab), ditolak dua negara (Inggris dan AS), dan sembilan negara lainnya memilih abstain (Albania, Brasil, Ekuador, Prancis, Ghana, Jepang, Malta, Mozambik, Swiss).

Deadlock yang terjadi di DK PBB telah mengakibatkan krisis kemanusiaan di Gaza semakin memburuk. Selain karena terus berlanjutnya agresi tanpa pandang bulu Israel, hal itu turut dipengaruhi minimnya konvoi bantuan kemanusiaan yang dapat melintasi Gaza via Rafah, yakni gerbang penyeberangan satu-satunya untuk masuk dan keluar Gaza. (*)