AS-Inggris Berencana Melancarkan Serangan Militer Terhadap Houthi di Situasi Laut Merah yang Semakin Memanas

by -93 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Situasi di Laut Merah bakal makin membara. Amerika Serikat (AS) dan Inggris dilaporkan segera melancarkan serangan terhadap milisi Houthi di Yaman. Mengutip The Guardian, sumber pertahanan Barat mengindikasikan rencana sudah diintensifkan meski belum dapat memastikan kapan serangan berlangsung. Houthi sendiri membuat panas AS-Inggris pasca serangannya ke kapal-kapal yang berlayar di Laut Merah. “Saya tidak akan mengirim telegram serangan kami ke sini dengan cara apa pun,” jelas juru bicara keamanan nasional AS, John Kirby dimuat laman yang sama, dikutip Jumat (12/1/2024).
“Kami akan melakukan apa yang harus kami lakukan, untuk melawan dan mengalahkan ancaman yang terus dilancarkan Houthi terhadap pelayaran komersial di Laut Merah,” tegasnya. Laporan sama juga dimuat AFP. Perdana Menteri (PM) Inggris Rishi Sunak mengadakan rapat kabinet pada Kamis malam untuk menilai situasi di Laut Merah dengan kemungkinan serangan militer terhadap pemberontak Houthi di Yaman. Sunak disebut akan segera mengadakan rapat dengan kabinetnya, sebagai mana pula dimuat BBC. Media itu menulis “ia akan memberi tahu mereka tentang “kemungkinan serangan Inggris dan Amerika terhadap pemberontak Huthi di Yaman”.
Dalam beberapa pekan terakhir, Houthi melancarkan serangan ke beberapa kapal dagang yang diduga memiliki kaitan dengan Israel yang melintasi Laut Merah. Ini merupakan bentuk solidaritas terhadap warga Palestina dalam pertempuran antara milisi penguasa Gaza, Hamas, dengan Tel Aviv. Hal ini pun telah mendapatkan reaksi dari Barat yang merupakan sekutu Israel. Mereka menentang aksi Houthi itu mengingat posisi Laut Merah sebagai jalur pelayaran internasional. AS telah membentuk koalisi angkatan laut internasional, Operation Prosperity Guardian, yang bertujuan melindungi jalur menuju Terusan Suez itu. Bergabung sejumlah negara lain termasuk Inggris, lalu Australia, Bahrain, Belgia, Kanada, Denmark, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Singapura, hingga Selandia Baru. Selasa, Houthi disebut menembakkan serangan besar-besaran ke Laut Merah dengan 21 rudal dan drone. Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mengatakan akan ada konsekuensi setelah serangan itu sementara Menteri Pertahanan Inggris, Grant Shapps meminta kepada wartawan untuk memantau situasi. Di sisi lain, sebagai tanggapan, pemimpin Houthi Abdul Malik Al Houthi menegaskan pihaknya akan melawan jika benar-benar diserang. Ini memberikan indikasi bahwa konflik di Laut Merah akan diperpanjang. “Setiap serangan Amerika tidak akan dibiarkan tanpa tanggapan. Responsnya akan lebih besar dibandingkan serangan yang dilakukan dengan 20 drone dan sejumlah rudal,” kata Al Houthi. “Kami lebih bertekad untuk menargetkan kapal-kapal yang terkait dengan Israel, dan kami tidak akan mundur,” katanya. Perdagangan Global dan Minyak Sejauh ini, ketegangan antara Houthi dan Barat telah membuat perusahaan pelayaran dunia ketar-ketir. Meski belum jadi konflik langsung yang nyata, mayoritas raksasa pelayaran dunia telah mengalihkan rute pelayaran Asia-Eropa dari Laut Merah dengan memutar ke Tanjung Harapan, Afrika Selatan. Raksasa perkapalan dunia seperti Maersk, Evergreen, Mediterranean Shipping Company (MSC), Ocean Network Express (ONE), Hapag Lloyd, dan Hyundai Merchant Marine (HMM) telah memilih cara ini. Terbaru, perusahaan pelayaran kakap China, Cosco Shipping, juga memilih cara serupa. Ini pun akhirnya berdampak pada kenaikan tarif pengiriman. Tarif angkutan barang dari Asia ke Eropa Utara meningkat lebih dari dua kali lipat pada minggu ini menjadi di atas US$ 4.000 (Rp 62 juta) per unit 40 kaki. “Tekanan rantai pasokan yang menyebabkan inflasi bersifat ‘sementara’ pada tahun 2022 mungkin akan kembali terjadi jika masalah di Laut Merah dan Samudera Hindia terus berlanjut,” kata Larry Lindsey, kepala eksekutif firma penasihat ekonomi global Lindsey Group, kepada CNBC International. Di sisi lain, harga minyak juga berpotensi melonjak akibat ketegangan ini. Kepala penelitian minyak Goldman Sachs, Daan Struyven, mengatakan harga minyak dunia dapat melonjak 20% hingga 100% jika konflik ini meluas ke Selat Hormuz. Diketahui, Selat Hormuz merupakan perairan sempit yang menghubungkan Laut Arab dan Teluk Persia. Jalur pelayaran ini juga merupakan pintu masuk bagi kapal-kapal Iran menuju Samudera Hindia dan ke arah Laut Merah. Selain itu, pada hari Kamis, Iran menyita sebuah kapal tanker minyak yang terkait dengan AS di Teluk Oman sebagai bagian dari perselisihan jangka panjang dengan Washington, menambah ketegangan mengenai keamanan pelayaran komersial di wilayah tersebut. “Laut Merah adalah jalur transit dan gangguan berkepanjangan di sana, harga minyak bisa tiga atau empat dolar lebih tinggi,” pungkasnya dikutip Oil Price. “Namun jika terjadi gangguan di Selat Hormuz selama sebulan, harga (minyak) akan naik sebesar 20% dan bahkan bisa berlipat ganda jika gangguan di sana berlangsung lebih lama,” tambahnya. [Gambas:Video CNBC]