Posisi kedua pembalap Red Bull, yang menjadi pendamping Max Verstappen, selalu menjadi peran yang menantang di dunia Formula 1. Namun, spekulasi tentang kemungkinan pergantian pembalap setelah hanya dua balapan di musim ini tampak sangat ekstrim, bahkan bagi standar Red Bull. Liam Lawson, pembalap asal Selandia Baru yang bergabung dengan Red Bull untuk musim ini, menghadapi beberapa kesulitan yang tak terduga. Penampilannya selama tiga balapan pertama, dengan posisi kualifikasi ke-18, ke-20, dan ke-20, menempatkannya di posisi terakhir di grid dua kali berturut-turut. Hal ini merupakan sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi pembalap Red Bull. Meskipun hasil balapan Lawson juga belum mengesankan, dengan hanya mencatat DNF, urutan ke-14, dan ke-12 dalam tiga lomba tersebut. Spekulasi tentang kemungkinan pergantian pembalap sebelum balapan Jepang sudah mulai beredar di paddock sebelum GP Cina, dan bahkan sang Prinsipal Red Bull, Christian Horner, tidak menutup kemungkinan tersebut. Menurutnya, tim akan meninjau semua data yang ada sebelum membuat keputusan. Dilema tim Red Bull saat ini adalah menemukan keseimbangan antara data teknis dan humanis. Apakah adil untuk menggantikan Lawson setelah memberinya kesempatan hanya dalam dua balapan? Di sisi lain, Yuki Tsunoda dipandang sebagai kandidat paling mungkin untuk menggantikan Lawson jika pergantian pembalap memang terjadi. Konsultan motorsport Red Bull, Helmut Marko, memberikan pujian yang tinggi pada Tsunoda setelah performanya yang mengesankan di Cina. Selain itu, ada juga pertanyaan mengenai apakah masalah sebenarnya terletak pada mobil Red Bull itu sendiri, bukan pada pembalapnya. Secara keseluruhan, keputusan tim Red Bull mengenai kursi kedua mereka masih menjadi misteri, dengan banyak faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum keputusan akhir diambil.
Kontroversi di Tim Red Bull: Lawson, Tsunoda, dan Colapinto
