LEADERSHIP OF INDONESIAN NATIONAL LEADERS [SULTAN HASANUDDIN]

by -74 Views

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Bab Pengalaman I]

Dalam ratusan tahun sejarahnya, Indonesia memiliki pemimpin-pemimpin tangguh, pembela rakyat, dan pejuang keadilan yang dengan berani menentang kolonisasi dan dominasi oleh bangsa lain. Dari Indonesia Timur, sejarah mencatat perjuangan Sultan Hasanuddin. Selama masa pemerintahannya, Sultan Hasanuddin berhasil menghalangi rencana Belanda untuk menguasai Kesultanan Gowa. Sultan Hasanuddin menyatukan kerajaan-kerajaan kecil melawan penjajah kolonial.

Terkadang, seiring berjalannya waktu, kita cenderung lupa akan kisah-kisah para pendahulu kita. Terkadang kita lupa sejarah kita dan mempertanyakan identitas kita sendiri.

Dari Indonesia Timur, sejarah mencatat perjuangan Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin lahir di Makassar pada tahun 1631. Ia adalah putra kedua Sultan Malikussaid. Ia juga dijuluki De Haantjes van Het Osten oleh Belanda karena keberaniannya, yang berarti Ayam Jantan Timur.

Sejak kecil, sudah terlihat bahwa ia memiliki jiwa seorang pemimpin. Selain pintar, ia juga pandai berdagang. Oleh karena itu, ia memiliki jaringan perdagangan yang luas. Dia sering diundang oleh ayahnya untuk menghadiri pertemuan-pertemuan penting dengan harapan memberikannya pengetahuan dan seni diplomasi dan perang. Ayahnya beberapa kali mempercayakan padanya menjadi duta besar untuk mengirim pesan ke berbagai kerajaan.

Ketika ia baru berusia 21 tahun, Hasanuddin diangkat sebagai menteri pertahanan Gowa. Setelah menjadi Raja, Sultan Hasanuddin menciptakan beberapa masalah bagi Belanda. Keuletan Sultan Hasanuddin terlihat dalam penolakannya yang teguh terhadap monopoli perdagangan VOC.

Selama pemerintahannya, Sultan Hasanuddin berhasil menghalangi rencana Belanda untuk menguasai Kesultanan Gowa. Sultan Hasanuddin menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Gowa melawan kekuatan kolonial. Hal ini mengganggu rencana Belanda untuk memonopoli perdagangan di Indonesia Timur. Sultan Hasanuddin mengingat dan menjunjung prinsip-prinsip nenek moyangnya bahwa ia harus menggunakan sumber daya dan laut untuk memastikan kemakmuran rakyat.

Selama pemerintahannya, Kesultanan Gowa memiliki peran penting dalam aktivitas perdagangan di seluruh Nusantara, khususnya Nusantara timur. Ekonomi Gowa saat itu bergantung pada perdagangan di laut. Kesultanan menjadi pusat perdagangan Nusantara dan masyarakat internasional seperti Portugis, Inggris, dan Denmark.

Melihat kemajuan tersebut, Belanda tertarik untuk mengendalikan Kesultanan. Hal ini akhirnya menyebabkan perselisihan antara Sultan Hasanuddin dan pasukan Belanda.

Perselisihan ini kemudian melahirkan perang di sekitar Sulawesi Selatan. Pada tahun 1667, perang berakhir dengan Perjanjian Bongaya. Namun, perjanjian ini menghasilkan sejumlah keputusan yang merugikan Sultan Hasanuddin dan rakyatnya.

Perjanjian ini memungkinkan VOC untuk memaksa Gowa-Tallo menerima hak monopoli dalam perdagangan di Nusantara Timur. Semua negara barat harus meninggalkan Gowa kecuali Belanda, dan Gowa diwajibkan membayar ganti rugi perang.

Sultan Hasanuddin melawan kembali dalam beberapa tahun berikutnya, namun tidak mencapai hasil yang memuaskan, dan VOC terus mendominasi Makassar. Diklaim bahwa alasan utama kejatuhan Gowa-Tallo adalah perjanjian tersebut, terutama setelah Sultan Hasanuddin meninggal pada tahun 1670.

Source link