Buruh Ancam Mogok Nasional, Kemnaker Ungkap Fakta Ini

by -281 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memperingatkan buruh yang mengancam tetap akan melakukan aksi mogok nasional. Menyusul ketidakpuasan terhadap aturan baru pengupahan yang diterbitkan pemerintah, Peraturan Pemerintah (PP) No 51/2023 tentang Pengupahan yang menggantikan PP sebelumnya juga mengatur hal sama.

Seperti diketahui, serikat buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sebelumnya menyatakan jutaan buruh akan tetap melakukan aksi mogok nasional. Meski, pemerintah telah menerbitkan aturan baru yang diklaim menjamin kenaikan upah minimum di tahun 2024. Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, aturan baru itu justru berpotensi membuat buruh tak mendapat kenaikan upah di tahun 2024 nanti.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri menyebut mogok kerja tidak ada dalam regulasi ketenagakerjaan.

“Mogok kerja nggak ada dalam regulasi ketenagakerjaan kita,” kata Indah saat ditemui di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (14/11/2023).

Indah mengingatkan agar aksi mogok kerja itu tidak mengganggu aktivitas ekonomi pekerja itu sendiri, atau harus berdasarkan kesepakatan semua pihak.

“Apakah kalau mogok sudah disepakati seluruh pekerja? Jangan mogok padahal maunya bekerja, jangan sampai mengganggu aktivitas ekonomi si pekerja sendiri. Jangan sampai mengganggu ketertiban umum,” ucap Indah.

Sebelumnya, Said Iqbal mengatakan, jika membaca PP No 51/2023, pernyataan pemerintah soal upah minimum dipastikan akan naik adalah bentuk kebohongan publik. Sebab, katanya, dalam beberapa pasal yang terdapat di dalam PP 51/2023 dimungkinkan tidak adanya kenaikan upah minimum.

Dalam hal ini, Iqbal merujuk pada perubahan Pasal 26 Ayat (9) PP No 51/2023 yang menyebutkan, jika nilai penyesuaian upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (5) lebih kecil atau sama dengan 0 (nol), upah minimum yang akan ditetapkan sama dengan nilai upah minimum tahun berjalan. Hal yang sama juga bisa ditemui dalam Pasal 26A Ayat (5) yang mengatur, jika pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bernilai negatif, nilai upah minimum tahun berikutnya ditetapkan sama dengan nilai upah minimum tahun berjalan.

“Frasa ditetapkan sama dengan nilai upah minimum tahun berjalan artinya upah minimum tidak mengalami kenaikan. Karena itu, bohong kalau dikatakan upah minimum dipastikan akan naik. Karena ada kondisi di mana upah minimum tidak naik,” tukas Iqbal dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (13/11/2023).

“Kalau pun naik, maka kenaikannya sangat kecil. Di mana formula penghitungan upah minimum sebagaimana diatur dalam Pasal 26 Ayat (4) dan Ayat (5) adalah nilai upah minimum tahun berjalan ditambah nilai penyesuaian upah minimum yang akan ditetapkan. Nilai penyesuaian upah minimum yang akan ditetapkan didapat dari inflasi ditambah dengan hasil perkalian antara pertumbuhan ekonomi dan indeks tertentu atau alpha dikalikan upah minimum berjalan,” lanjutnya.

“Tidak memasukkan inflasi. Padahal inflasi artinya nilai uang berkurang, sehingga bisa dipastikan kenaikan upah yang tidak memperhatikan inflasi akan menyebabkan buruh kehilangan daya beli,” sebut Iqbal.

Karena itu, dia menambahkan, buruh akan tetap melanjutkan rencananya melakukan aksi mogok nasional.

“Jadi, pada akhir November, 5 juta buruh 100 ribu lebih perusahaan akan berhenti operasi. Aksi Mogok Nasional ini menggunakan dasar hukum yang jelas. Yakni UU No 9 Tahun 1998, tentang kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum. Dan UU No. 21 Tahun 2000 tentang serikat buruh, yang di dalam Pasal 4, salah satu fungsi serikat adalah mengorganisir pemogokan,” cetus Iqbal.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Banyak Pabrik Tutup, Buruh Ternyata Punya ‘Kambing Hitamnya’

 

 

(dce)