Jakarta akan dijadikan sebagai provinsi kawasan aglomerasi, setelah melepas kedudukannya sebagai daerah khusus ibukota atau DKI. Ini sebagaimana termuat dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta yang telah disepakati oleh para anggota dewan sebagai RUU usul inisiatif DPR.
RUU itu mendefinisikan kawasan aglomerasi sebagai kawasan perkotaan dalam konteks perencanaan wilayah yang menyatukan pengelolaan beberapa daerah kota dan kabupaten dengan kota induknya sekalipun berbeda dari sisi administrasi.
Kawasan aglomerasi itu dijadikan satu pusat pertumbuhan ekonomi nasional berskala global yang mengintegrasikan tata kelola pemerintahan, industri, perdagangan, transportasi terpadu, dan di bidang strategis lainnya untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan nasional.
Dalam pasal 51 ayat 2 draf RUU itu, kawasan aglomerasi mencakup minimal wilayah Provinsi Daerah Khusus Jakarta, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.
“Sinkronisasi pembangunan dilakukan melalui sinkronisasi dokumen rencana tata ruang dan dokumen perencanaan kementerian/Lembaga, Pembangunan provinsi, dan kabupaten/kota yang termasuk dalam cakupan Kawasan Aglomerasi,” dikutip dari draf RUU tersebut, Rabu (6/12/2023).
Dalam pembentukan kawasan aglomerasi ini, disusunlah Rencana Induk Pembangunan Kawasan Aglomerasi yang mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, dan kebijakan strategis Pemerintah Pusat serta Jakarta sebagai Kota Global.
Rencana induk pembangunan kawasan aglomerasi itu sedikitnya mencakup transportasi; pengelolaan sampah; pengelolaan lingkungan hidup; penanggulangan banjir; pengelolaan air minum; pengelolaan B-3 dan limbah B-3; infrastruktur wilayah; penataan ruang; energi; kesehatan; dan kependudukan.
Untuk mendukung pelaksanaan program dan kegiatan rencana induk di Kawasan Aglomerasi, Pemerintah Pusat dapat memberikan dukungan anggaran kepada Provinsi Daerah Khusus Jakarta dengan mempertimbangkan kapasitas fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimanan tertulis di pasal 54.
Dalam rangka mengoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang kawasan strategis nasional pada Kawasan Aglomerasi dan dokumen perencanaan pembangunan akan dibentuk pula Dewan Kawasan Aglomerasi.
Dewan Kawasan Aglomerasi bertugas untuk mengoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang Kawasan strategis nasional pada Kawasan Aglomerasi dan Dokumen Rencana Induk Pembangunan Kawasan Aglomerasi; dan mengoordinasikan, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan dalam rencana induk oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
“Dewan Kawasan Aglomerasi dipimpin oleh Wakil Presiden. Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Kawasan Aglomerasi diatur dengan Peraturan Presiden,” dikutip dari pasal 55 draf RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
Selain pembentukan Dewan Kawasan Aglomerasi, RUU itu juga membuka ruang dibentuknya badan layanan bersama oleh pemerintah daerah pada Kawasan Aglomerasi. Badan itu pun diberikan hak mempunyai kekayaan sendiri; mengelola anggaran sendiri; mengelola pegawai sendiri; dan melakukan kerjasama dengan pihak lain.
Sumber pendapatan badan layanan bersama terdiri dari anggaran pendapatan dan belanja daerah; pendapatan sendiri; dan penerimaan lain yang sah. Pembentukan badan ini ditetapkan dengan keputusan bersama kepala daerah setelah mendapat persetujuan DPRD.