Wabah Virus ‘Mantab’ Menghantam Warga Indonesia, Keadaan Tidak Berjalan Lancar

by -147 Views

Di tengah upaya pemerintah mengejar target menjadi negara berpendapatan tinggi, fenomena penurunan daya beli masyarakat justru muncul di tahun 2023. Sejumlah data dan survei menunjukkan bahwa masyarakat, terutama kelompok menengah dan bawah, menggunakan tabungannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari alias makan tabungan.

Seorang pria yang bekerja sebagai satuan pengamanan (satpam) bernama Fikri menjadi salah satu dari beberapa orang yang CNBC Indonesia wawancarai mengenai fenomena makan tabungan ini. Dia mengaku setiap akhir bulan sebagian tabungannya akan terpakai untuk menyambung hidup sampai tanggal gajian tiba.

“Ibarat gali lubang tutup lubang, Fikri akan berusaha mengganti uang tabungan yang terpakai itu dengan gajinya. Tapi teknik ini jelas sulit, karena toh di akhir bulan tabungan itu akan terpakai lagi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pada akhirnya dalam 3 bulan ke belakang, jumlah tabungan Fikri cenderung stagnan bahkan mungkin berkurang.”

Seorang pegawai swasta bernama Abdi menjadi contoh kedua masyarakat yang makan tabungan di 2023. Harga barang kebutuhan pokok yang makin mahal membuat jumlah uang yang bisa disisihkan Abdi tiap bulan untuk menabung menciut.

Apa yang dialami Fikri dan Abdi menjadi contoh dua tipe masyarakat yang melakukan kegiatan makan tabungan. Satu sisi ada masyarakat yang mengambil tabungannya untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Di sisi lain, ada pula mereka yang kemampuan menabungnya melemah karena habis untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pola-pola konsumsi yang dilakukan kedua orang itu tergambar dari data-data ekonomi makro yang dirilis sejumlah lembaga sepanjang 2023.

Data yang diamati CNBC Indonesia menunjukkan fenomena orang RI makan tabungan sudah terjadi sejak pertengahan 2023. Survei Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia untuk bulan Juni 2023, memperlihatkan hampir semua kelompok masyarakat di Indonesia mengalami penurunan porsi tabungan dan mengalihkannya ke belanja. Rata-rata, orang Indonesia menghabiskan 70% dari penghasilannya untuk kegiatan konsumsi.

Kondisi tabungan masyarakat yang kian menciut semakin parah menjelang akhir 2023. Survei konsumen BI untuk bulan Oktober 2023 memperlihatkan rasio tabungan terhadap pendapatan turun jauh dibandingkan posisi sebelum pandemi Covid-19, yakni Oktober 2019.

Pada Oktober 2023, rasio pengeluaran terhadap pendapatan dan pembayaran cicilan masyarakat RI mencapai level 76% dan 8,8%. Lemahnya penempatan dana masyarakat di bank pun terlihat sangat jelas bila melihat data sepanjang tahun berjalan (ytd). Giro dan tabungan, masing-masing, mengalami kontraksi 1,3% ytd dan 1,4% ytd.

Fenomena ini terus berlanjut hingga November 2023. Survei konsumen BI kembali memperlihatkan proporsi pendapatan konsumen yang disimpan atau saving to income ratio merosot menjadi 15,4%. Sebaliknya, proporsi pendapatan konsumen untuk membayar cicilan atau utang alias debt to income ratio naik. Pada periode ini tercatat masyarakat kelas bawah menjadi kelompok yang paling terdampak fenomena makan tabungan.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengkonfirmasi terjadinya fenomena tersebut. Dia mengatakan penyusutan dana nasabah tengah terjadi di perbankan nasional. Perry mengatakan melambatnya pertumbuhan DPK itu disebabkan instrument investasi yang semakin banyak. Masyarakat, kata dia, saat ini tidak hanya mengalokasikan uangnya untuk ditabung, tapi juga untuk investasi.

Otoritas Jasa Keuangan memberikan tafsir yang lebih optimistis mengenai melambatnya pertumbuhan tabungan masyarakat ini. Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan tabungan masyarakat di perbankan masih tumbuh, kendati angkanya lebih kecil dibandingkan tahun lalu.

Sejumlah ekonom datang dengan analisis yang lebih ‘ngeri’ soal fenomena makan tabungan masyarakat RI. Ekonom senior sekaligus Menteri Keuangan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Chatib Basri menilai menurunnya tingkat tabungan ini, menandakan daya beli masyarakat sedang turun.

Ekonom Universitas Indonesia Ninasapti Triaswati menilai fenomena masyarakat makan tabungan ini merupakan efek jangka panjang pandemi terhadap ekonomi Indonesia. Harga-harga yang naik, sementara masyarakat masih banyak yang setengah menganggur membuat mereka harus menggunakan tabungannya untuk membeli makan.

Nina pesimistis fenomena makan tabungan ini akan segera berakhir. Dia mengatakan gelaran Pemilihan Presiden 2024 akan membuat investasi di Indonesia melambat karena investor memilih sikap wait and see. Investasi yang melambat, kata dia, menandakan belum akan ada banyak pembukaan lapangan kerja baru dengan gaji yang lebih bagus di tahun depan. Artinya, masyarakat harus lebih lama bertahan dengan mengandalkan tabungannya.