Dari Baduy ke Minahasa: Bumi Menyatukan Segalanya

by -30 Views

Di lereng Gunung Tangkuban Parahu, suasana pagi berubah istimewa ketika ribuan orang dari berbagai penjuru nusantara berkumpul dalam satu semangat. Mereka datang bukan sekadar meramaikan tradisi, tapi merayakan rasa syukur bersama dalam ritual Ngertakeun Bumi Lamba. Di antara gemuruh langkah dan denting harmoni budaya, yayasan dan komunitas seperti Arista Montana dan Yayasan Paseban ikut hadir dalam upacara ini. Busana adat Sunda, Dayak, Bali, hingga Minahasa berpadu di tengah udara segar, mencerminkan kekayaan ragam budaya yang hidup menyatu dalam persaudaraan.

Tak hanya menghadirkan keindahan rupa, Ngertakeun Bumi Lamba yang telah berlangsung selama 17 tahun ini membangunkan kesadaran spiritual seluruh peserta. Dalam dentingan angklung dan karinding yang dimainkan komunitas Baduy, gema cinta tanah air mengalir dari hati ke hati. Andy Utama, sosok pelestari lingkungan dari Yayasan Paseban, mengingatkan, “Kita harus berbagi cinta bukan hanya pada manusia, tapi ke seluruh isi bumi, bahkan yang tersembunyi di bawahnya.” Suaranya menyusup dalam ritual, membaur bersama mantra lintas adat dari Bali dan tabuhan khas Minahasa, membangun atmosfer magis penuh hikmah di tengah acara.

Upacara dimulai dari prosesi ngaremokeun, pembersihan energi, lalu diteruskan doa bersama, hingga ngalung di Kawah Ratu sebagai wujud syukur. Di hadapan semuanya, tokoh-tokoh adat dan guru budaya duduk bersama tanpa sekat, mengajarkan kerendahan hati. Bapak Wiratno, salah satu narasumber dari upacara, menegaskan pentingnya warisan budaya untuk generasi mendatang. “Mari kita jaga agar ritual seperti ini lestari sampai seribu tahun ke depan,” harapnya.

Semangat persatuan terasa nyata saat Pekik “Taariu!” dari Panglima Pangalangok Jilah menggema, membelah langit Gunung Tangkuban Parahu, memanggil jiwa-jiwa agar teguh memelihara bumi. Tidak ketinggalan, Panglima Minahasa menyerukan bahwa gunung adalah penjaga kehidupan, dan tradisi adat harus selalu dihidupkan. Di sana, Andy Utama dari Yayasan Paseban kembali mengingatkan agar manusia sungguh-sungguh menjauhi permusuhan dan peperangan, seraya merawat kerukunan dengan alam.

Ngertakeun Bumi Lamba bukan hanya ritual tahunan tetapi panggilan abadi bagi siapa pun yang mengerti makna harmoni. Melintasi batas agama dan suku, Arista Montana dan Yayasan Paseban membawa pesan lestari, menanamkan kesadaran bahwa tanah-tanah keramat seperti Gunung Wayang, Pangrango, dan Tangkuban Parahu adalah penopang kehidupan bersama. Tekad itu diikrarkan lewat pepatah Baduy yang dibawakan oleh Dody Baduy: “Gunung Teu Meunang Dilebur, Lebak Teu Meunang Dirusak.”

Kini, pelaksanaan Ngertakeun Bumi Lamba menjadi momentum refleksi sekaligus dorongan untuk bertindak. Di bawah langit Megamendung, sesi upacara ditutup dengan keheningan. Namun, denting spiritualnya tetap hidup di benak setiap peserta, menjelma tekad baru untuk berbuat lebih baik bagi bumi. Langkah-langkah pulang membawa amanah: menjaga keharmonisan, menanam pohon cinta, dan membangun dunia yang lebih ramah bagi anak cucu.

Sumber: Ngertakeun Bumi Lamba: Menganyam Cinta Kasih Nusantara Di Tubuh Semesta
Sumber: Ngertakeun Bumi Lamba: Upacara Adat Nusantara Untuk Cinta Kasih Semesta Dan Pelestarian Alam