Implementasi program biofuel B35 di Indonesia terus menunjukkan kemajuan yang baik. Saat ini, kontribusi domestik dalam implementasi biofuel B35 telah mencapai 8,9 juta kilo liter (68%) per September 2023. Selain itu, sebanyak 121.000 kilo liter B35 telah diekspor ke luar negeri.
Direktur Jendral Energi Baru dan Terbarukan (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Yudo Dwiananda Priaadi mengungkapkan bahwa untuk mencapai target zero emisi, Indonesia membutuhkan pasokan kelapa sawit yang lebih banyak.
Sebagai program yang diwajibkan, implementasi biofuel melalui B35 memiliki alokasi domestik sebesar 13.15 juta kilo liter pada tahun 2023 dan diharapkan dapat mencapai 13.9 juta kilo liter pada tahun 2025.
Namun, ketersediaan pasokan kelapa sawit Indonesia di masa depan masih menghadapi masalah produktivitas yang jauh dari ideal. Ketua Gapki, Eddy Martono mengungkapkan bahwa rata-rata produksi CPO Indonesia hanya 3-4 ton/ha per tahun. Oleh karena itu, penting untuk tidak mengabaikan program sawit rakyat guna memenuhi kebutuhan global.
Tanpa program ini, diproyeksikan bahwa produksi CPO hanya mencapai sekitar 44 juta metrik ton pada tahun 2025. Hal ini menekankan pentingnya program untuk menjaga keberlanjutan industri tersebut.
Selain program biofuel B35, pemerintah Indonesia juga sedang mengembangkan penggunaan energi terbarukan lainnya berbahan kelapa sawit. Baru-baru ini, maskapai plat merah telah menguji coba bahan bakar pesawat berbasis bioavtur yang merupakan hasil penelitian Pertamina dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Produksi biovatur secara masif direncanakan dilakukan pada tahun 2026.
Pelaku usaha menyambut baik upaya pemerintah dalam mengembangkan energi berbasis kelapa sawit. General Manager Green Energy Apical Group, Aika Yuri Winata menyatakan pentingnya peran perusahaan dalam memperkenalkan pengembangan minyak nabati kepada dunia.
Selain itu, Sustainable Aviation Fuel (ASF) juga menjadi masa depan energi terbarukan yang penting. ASF mempertegas kelapa sawit sebagai minyak nabati paling berkelanjutan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dunia. Penerbangan global merupakan kontributor penting terhadap emisi CO2, namun sulit untuk didekarbonisasi. Dengan penggunaan ASF, emisi CO2 dapat dikurangi hingga 90%.
Untuk mempercepat adopsi ASF dan melakukan dekarbonisasi perjalanan udara, penting untuk memanfaatkan potensi wilayah ASEAN. Negara-negara ASEAN menawarkan lebih dari 16 juta metrik ton minyak limbah dan sisa setiap tahun, dengan bahan baku potensial seperti minyak jelantah, limbah pabrik kelapa sawit, minyak tandan buah kosong, dan distilasi asam lemak kelapa sawit.
Namun, masih ada beberapa tantangan yang perlu diatasi dalam implementasi ASF di Indonesia dan dunia, yaitu peningkatan produktivitas kelapa sawit, biaya produksi bioavtur yang tinggi dibandingkan dengan bahan bakar fosil, dan kebijakan pemerintah yang terintegrasi dalam mendukung kebijakan bioenergi terutama bioavtur.