Pengusaha Iklan: Kesehatan Mempunyai Banyak Efek Negatif

by -768 Views

Dewan Periklanan Indonesia (DPI) bersama sejumlah asosiasi di industri periklanan dan media kreatif dengan tegas menolak rencana pemerintah menerbitkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. RPP ini disebut meresahkan karena berdampak negatif.

RPP tersebut adalah produk turunan Undang-Undang (UU) No 17 /2003 tentang Kesehatan, yang rencananya akan mengatur sejumlah ketentuan terkait produk tembakau dan rokok elektrik. Mulai dari pengendalian peredaran, pengetatan aturan iklan, sampai larangan sponsorhip oleh produsen rokok.

Wakil Ketua DPI Janoe Arianto menyampaikan, penolakan tersebut didasari atas keresahan para pelaku industri periklanan dan media kreatif akan terkena dampak negatif pasal-pasal di RPP Kesehatan jika diberlakukan.

Utamanya, dampak negatif dari pasal yang merencanakan pembatasan waktu siaran iklan produk tembakau di televisi yang semula dari pukul 21:30 hingga 05:00 menjadi pukul 23:00 sampai 03:00 waktu setempat, larangan total semua aktivitas di media elektronik dan luar ruang, larangan total kegiatan kreatif, termasuk untuk kegiatan musik terlepas dari pembalasan umur penonton yang hadir, serta larangan peliputan serta publikasi tanggung jawab sosial (CSR) dari perusahaan produk tembakau.

Sederet larangan dan pengetatan untuk produk tembakau yang tertuang dalam RPP Kesehatan ini disebut akan berdampak negatif terhadap setidaknya empat sektor, termasuk industri kreatif terutama periklanan, sektor ritel, petani tembakau, hingga industri tembakau.

Belum lagi, sebutnya, larangan ini bertentangan dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 28F yang berbunyi, ‘Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia’.

Janoe mengatakan RPP tersebut meresahkan, memiliki dampak ganda, dan akan menghambat keberlangsungan industri. Berbagai larangan tersebut kontradiktif dengan upaya Pemerintah untuk mendorong pemulihan industri kreatif yang diyakini mampu menjadi penggerak utama perekonomian nasional.

“Produk tembakau adalah komoditas legal yang memiliki hak untuk berkomunikasi memasarkan produknya dengan target konsumen dewasa. Sehingga pelarangan total iklan dan turunannya untuk produk tembakau tidak hanya menghambat industri tembakau, tetapi juga industri periklanan dan media kreatif yang sebetulnya perlu banyak dukungan dari publik,” ujarnya.