Jakarta, CNBC Indonesia – Menuju tahun terakhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, aparatur sipil negara (ASN) memiliki payung hukum terbaru, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2023 pengganti UU No. 5/2014.
UU itu telah dibahas sejak 18 Januari 2021 oleh Komisi II DPR dan pemerintah, dan menjadikannya sebagai salah satu UU yang paling lama dibahas. UU itu pun akhirnya ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 31 Oktober 2023.
UU itu menjadi signifikan keberadaannya karena menjadi landasan hukum yang menyelamatkan tenaga honorer dari pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang seharusnya dilakukan November 2023. Selain itu, menjadi aturan yang memberikan hak pensiun bagi para pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
“Berkat dukungan DPR, UU Perubahan atas UU ASN ini menjadi payung hukum terlaksananya prinsip utama penataan tenaga non-ASN, yaitu tidak boleh ada PHK massal, yang telah digariskan Presiden Jokowi sejak awal,” ujar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas saat sidang paripurna DPR yang mengesahkan RUU itu menjadi UU.
Dengan beberapa manfaatnya itu, maka tak salah bila UU ini menjadi produk hukum krusial pada 2023. Meski begitu, UU ini tak akan berjalan tanpa adanya aturan turunan yang merinci ketentuan ASN, aturan turunannya pun hingga kini masih dibahas pemerintah seperti di antaranya Peraturan Perintah (PP) tentang Manajemen ASN dan PP tentang Penghargaan dan Pengakuan.
Adapun sejumlah aturan yang ditetapkan dalam UU No.20/2023 di antaranya pemberian kesamaan hak antara penyandang status PNS dan PPPK sebab hak-hak yang ditetapkan dalam UU itu sudah menggunakan istilah ASN. Selain itu, istilah PNS Pusat dan PNS Daerah juga ditiadakan karena hanya mengenal istilah Pegawai ASN.
Hak pegawai ASN berhak di antaranya berupa penghargaan dan pengakuan dalam bentuk material dan/atau non material yang terdiri atas penghasilan (gaji dan upah); penghargaan yang bersifat motivasi 9 finansial dan non finansial; hingga tunjangan dan fasilitas ( tunjangan dan fasilitas jabatan; dan/atau tunjangan dan fasilitas individu);
Selain itu ada jaminan sosial, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan pensiun dan jaminan hari tua; hak lingkungan kerja yang sehat (fisik dan non fisik); pengembangan diri (pengembangan talenta dan karier; dan/atau pengembangan kompetensi); dan bantuan hukum (litigasi dan non litigasi).
Ketentuan lainnya yang kerap menjadi sorotan ialah Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari prajurit TNI dan anggota Kepolisian Republik Indonesia. Demikian juga sebaliknya.
“Jangan-jangan ke depan ada Wakapolri yang membidangi pelayanan masyarakat dan seterusnya, sangat mungkin ini dibuka. Tetapi ini sesuai dengan keperluan dari institusi yang dimaksud, bisa TNI atau Polri,” ujar Azwar Anas saat berbicara ketentuan resiprokal itu.
Melalui UU ini, pemerintah juga tak lagi menginginkan ASN khususnya PNS merasa nyaman dengan kursi yang mereka duduki, karenanya Pegawai ASN dapat diberhentikan bila tidak berkinerja sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat 3 huruf f.
Di sisi lain, yang terkait dengan honorer juga ditetapkan secara khusus dari semula ketentuannya ditiadakan sejak November 2023. Namun, dalam UU itu penghapusan pegawai honorer dan non-ASN lainnya ditetapkan menjadi tahun 2025.
Pegawai non ASN atau nama lainnya wajib diselesaikan penataannya paling lambat Desember 2024 dan sejak Undang-undang ini mulai berlaku, instansi Pemerintah dialarang mengangkat pegawai non-ASN atau nama lainnya selain pegawai ASN.
“Ada lebih dari 2,3 juta tenaga non-ASN. Kalau normatif, mereka tidak lagi bekerja pada bulan November 2023. Disahkannya RUU ini menjadi UU memastikan semuanya aman dan tetap bekerja. Istilahnya, kami amankan dahulu agar bisa terus bekerja,” tutur Azwar Anas.