Hizbullah Berusaha Menargetkan Israel, Sementara AS Memulai Upaya Diplomasi

by -107 Views

Perang antara Israel dan Hamas belum menemui titik terang selama lebih dari tiga bulan terakhir bahkan semakin meluas. Baru-baru ini, puluhan tembakan besar dari Lebanon menghantam Israel bagian utara pada hari Sabtu (6/1/2024) waktu setempat. Kelompok bersenjata Lebanon, Hizbullah, mengatakan bahwa mereka menyerang pos pengamatan penting Israel dengan 62 roket sebagai “respon awal” terhadap pembunuhan wakil ketua Hamas awal pekan ini. Tegangan semakin meningkat sejak wakil pemimpin Hamas Saleh al-Arouri dibunuh oleh pesawat tak berawak pada hari Selasa di pinggiran selatan Beirut, kubu sekutu Hamas di Lebanon yang didukung Iran, Hizbullah. Di sisi lain, serangan Israel ke Gaza, telah menewaskan 22.600 orang. Menurut pejabat kesehatan Palestina, serangan itu juga telah menghancurkan daerah padat penduduk yang berisi 2,3 juta orang.

Sementara itu, Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa mulai melakukan dorongan diplomatik baru pada hari Jumat lalu untuk mencegah dampak perang Gaza menyulut konflik yang lebih luas ke Lebanon, Tepi Barat yang diduduki Israel, dan jalur pelayaran Laut Merah.

Bagaimana dengan kondisi terkini di Gaza? Berikut adalah kabar terbaru dari perang di Gaza. Kelompok bersenjata Lebanon, Hizbullah, mengatakan bahwa pada Sabtu pagi mereka menargetkan pos militer penting Israel dengan 62 roket sebagai “tanggapan awal” terhadap pembunuhan pemimpin Hamas minggu ini. “Sebagai bagian dari respons awal terhadap kejahatan pembunuhan pemimpin besar Sheikh Saleh al-Arouri … perlawanan Islam (Hizbullah) menargetkan pangkalan kendali udara Meron dengan 62 jenis rudal,” kata kelompok tersebut.

Militer Israel mengatakan sebelumnya telah mengidentifikasi sekitar 40 roket yang ditembakkan ke arah pangkalan pengawasan udara Meron. Mereka mengatakan telah merespons dengan menyerang “sel teroris” yang ikut serta dalam peluncuran tersebut. Belum ada laporan mengenai korban jiwa atau kerusakan.

Menurut kepala bantuan darurat PBB Martin Griffiths, kelaparan akan segera tiba ketika masyarakat di Gaza menghadapi tingkat kerawanan pangan tertinggi yang pernah tercatat. Menurutnya, Gaza telah mejadi tempat kematian dan keputusasaan. Menurut PBB, Gaza memiliki lebih dari 1,1 juta anak yang terancam oleh siklus mematikan akibat bentrokan, kekurangan gizi, dan kurangnya layanan kesehatan.

Sementara itu, rumah sakit Al-Shifa, yang terbesar di Gaza, hampir tidak berfungsi sejak pertengahan November. Kementerian Kesehatan Gaza menyerukan “lembaga-lembaga internasional untuk melakukan intervensi segera untuk melindungi dan mendukung kompleks tersebut dengan obat-obatan, bahan medis habis pakai, dan bahan bakar, dan untuk memfasilitasi pergerakan staf medis, yang terluka, dan yang sakit ke sana.”

Hal ini terjadi ketika Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken bertemu dengan para pemimpin Turki dan Yunani guna meredakan ketegangan yang meningkat di Timur Tengah sejak perang Israel dengan Hamas dimulai pada bulan Oktober. Palestina menyatakan bahwa masa depan Jalur Gaza ditentukan oleh rakyat Palestina, bukan Israel.

Hussein al-Sheikh, Sekretaris Jenderal Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), mengatakan bahwa “semua skenario yang diusulkan oleh politisi dan pemimpin pendudukan hanya akan membawa kegagalan.” Hingga saat ini, tidak ada jadwal akurat mengenai kapan perang Gaza ini akan berakhir.