Optimasi Anggaran Pend. 2025: Antara Hemat & Pertumbuhan

by -24 Views

Pemangkasan anggaran pendidikan yang diusulkan pemerintah untuk tahun 2025 tidak hanya sekadar kebijakan ekonomi, tetapi merupakan ancaman terhadap harapan dan masa depan generasi muda Indonesia. Dalam hal efisiensi menjadi prioritas, pertanyaan mendasar muncul: apakah mengorbankan masa depan bangsa demi angka-angka dalam laporan anggaran negara merupakan langkah yang bijaksana?

Dampak dari pemotongan anggaran terutama terasa pada program beasiswa seperti Beasiswa KIP-Kuliah, BPI, Adik, dan KNB yang menjadi penopang utama bagi mahasiswa dari keluarga kurang mampu untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Lebih dari Rp2 triliun dipangkas dari total anggaran beasiswa, menyebabkan penurunan penerima manfaat dan jumlah beasiswa yang diberikan. Pertanyaannya, apakah pemerintah sebenarnya peduli dengan peningkatan kualitas pendidikan atau hanya fokus pada efisiensi anggaran yang merugikan masyarakat?

Konstitusi Indonesia menegaskan bahwa negara wajib memberikan pendidikan yang layak bagi seluruh warganya, bukan sekadar retorika belaka namun hak fundamental setiap warga negara. Pemangkasan ini jelas bertentangan dengan prinsip keadilan sosial yang seharusnya menjadi landasan kebijakan negara. “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” harus tidak hanya menjadi wacana, melainkan harus tercermin dalam tindakan nyata.

Pemangkasan tidak hanya berdampak pada beasiswa, namun juga pada BOPTN dan dana riset. Berkurangnya dana untuk operasional perguruan tinggi dapat mengakibatkan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT), yang memberatkan mahasiswa, terutama yang berasal dari keluarga menengah ke bawah. Penelitian yang semakin dana terbatas akan membatasi kemampuan perguruan tinggi dalam berkontribusi pada inovasi dan pengetahuan yang dapat bersaing di tingkat internasional.

Perlunya penegakan prinsip hukum yang menegaskan bahwa “Hukum harus ditegakkan, meskipun langit runtuh” sangatlah penting. Kepentingan hak pendidikan yang adil dan merata harus diprioritaskan, meski dalam situasi anggaran yang sulit. Pemerintah sebagai wakil rakyat harus mengutamakan kepentingan rakyat, bukan hanya fokus pada efisiensi yang merugikan banyak orang.

Jika pendidikan terus dipandang sebagai komoditas yang bisa dipotong demi mencapai target fiskal, maka jelas ini merupakan langkah mundur dari cita-cita negara yang adil dan makmur. Lebih dari merugikan mahasiswa, tindakan ini juga merugikan masa depan bangsa Indonesia secara keseluruhan.