Ibu Jurtini Membela Hukum Agraria di Tengah Sorotan Publik

by -9 Views

Tanah seluas dua hektare di Desa Ujung Bandar, Rantau Selatan, Labuhanbatu, memiliki makna penting bagi keluarga Ramali Siregar. Namun, lahan warisan ini diduga telah disalahgunakan oleh empat perusahaan dan lima individu dengan sertifikat terbitan tahun 1995. Putusan Pengadilan Negeri Rantau Prapat yang menguntungkan para tergugat semakin memunculkan keraguan akan keberadaan mafia tanah dan mafia peradilan di daerah.

Kedatangan ibu Jurtini Siregar ke DKI Jakarta bersama LSM KCBI bertujuan untuk menarik perhatian pemerintah pusat, aparat penegak hukum, dan Komisi Yudisial untuk mengusut tuntas kasus perampasan tanah dan rekayasa bukti yang terjadi. LSM KCBI menilai bahwa vonis Pengadilan Negeri Rantau Prapat telah melanggar logika hukum dengan mengabaikan bukti-bukti otentik dari tahun 1982 dan informasi warisan yang sah.

Langkah-langkah selanjutnya termasuk banding ke Pengadilan Tinggi Medan, pelaporan ke KPK dan Komisi Yudisial untuk menginvestigasi dugaan pelanggaran etik, permohonan perlindungan saksi, dan kampanye publik untuk mendukung upaya membersihkan praktik mafia agraria. Beberapa tuntutan dikeluarkan kepada instansi terkait seperti Kementerian ATR/BPN, Mahkamah Agung, Kapolri, dan Kejaksaan Agung agar melakukan tindakan yang diperlukan dalam menegakkan keadilan.

Kisah ibu Jurtini Siregar hanyalah satu dari banyak korban perampasan tanah di Indonesia. Jika negara tidak dapat melindungi hak-hak individu seperti beliau, di mana lagi rakyat dapat mencari keadilan yang seharusnya mereka peroleh? Keadilan yang terlambat adalah keadilan yang diabaikan.

Source link