Petani Tembakau & Cengkeh Mengingatkan Dampak Kenaikan Cukai Rokok

by -110 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Kenaikan cukai rokok per 1 Januari 2024 berpotensi memberikan dampak pada perilaku merokok masyarakat. Petani Cengkeh mengungkapkan bahwa salah satu dampaknya adalah perubahan cara merokok bagi sebagian masyarakat, dari rokok legal menjadi ilegal, bahkan tidak menutup kemungkinan banyak yang ‘linting dewe’ atau melinting sendiri.

“Kenaikan cukai 2024 sama dengan kenaikan cukai 2023 yang sudah ditetapkan tahun 2022 lalu. Kenaikan cukai membuat harga rokok legal naik, untuk kelas menengah atas demand terhadap rokok inelastis, berbeda dengan kelas menengah bawah akan beralih ke rokok murah, termasuk yang ilegal atau linting sendiri,” kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) Ketut Budiman kepada CNBC Indonesia, Sabtu (29/12/2023).

Perubahan ini tidak terjadi secara cepat, tetapi terjadi secara bertahap ketika sebagian masyarakat menengah ke bawah mulai kesulitan membeli rokok legal karena kenaikan harga. Namun, bagi petani cengkeh sendiri, tidak ada perubahan signifikan dalam serapan rokok karena hasil panennya masih bisa terserap.

“Kemungkinan produksi rokok secara agregatif relatif tidak terpengaruh banyak, sehingga serapan cengkeh mungkin tidak berubah signifikan. Panen cengkeh secara umum antara bulan Juni–Agustus. Produksi cengkeh tahun 2023 mengalami penurunan karena anomali cuaca,” jelasnya.

Sementara itu, kalangan petani tembakau khawatir serapan panennya tidak bisa berjalan normal. Total pekerja di Industri Hasil Tembakau (IHT) diperkirakan ada sekitar 8 juta orang dan 2 juta di antaranya merupakan petani. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kerja yang terlibat sangat besar.

Kenaikan cukai yang terjadi setiap tahun akan sangat terasa menekan industri ini, hal itu terlihat dari dampak kenaikan cukai rokok yang terjadi di awal tahun ini.

“Tahun ini serapan industri besar sangat berkurang, yang menyerap industri menengah yang tentu harga berbeda, karena serapan industri besar harganya bagus, kalau industri menengah di bawahnya,” ungkap Ketua DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Wisnu Brata kepada CNBC Indonesia.

(fys/wur)