Ahli Luar Negeri Mengatakan Pemilihan Umum Indonesia Membosankan, Mengapa?

by -195 Views

Pemilihan presiden (pilpres) RI disebut pakar asing bakal membosankan. Ini setidaknya dikatakan Ward Berenschot dari Universitas Amsterdam.

Dalam opininya yang dimuat di East Asian Forum berjudul Indonesia’s increasingly opposition-less democracy, Profesor Antropologi Politik Komparatif itu menulis bagaimana keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Oktober lalu menjadi penyebab. Perubahan yang dilakukan, ujarnya menganggu pemilihan.

“Pemilihan presiden mendatang di Indonesia akan membosankan, meski terdapat banyak drama yang terlihat,” katanya dikutip Selasa (9/12/2023).

“Pada bulan Oktober 2023, Mahkamah Konstitusi Indonesia … memutuskan bahwa putra Jokowi (Presiden Joko Widodo) Gibran Rakabuming Raka, dapat mencalonkan diri sebagai wakil presiden,” muatnya.

“Perubahan ini … mengganggu pemilihan presiden,” tambahnya.

Ia mengatakan memang hal itu membuat salah satu calon presiden (capres) Prabowo Subianto, dengan cerdas bertindak. Di mana ia dengan cepat mendaftarkan Gibran sebagai calon wakil presidennya (cawapres).

“Sebuah langkah cerdas yang tampaknya berhasil meningkatkan keunggulannya dalam jajak pendapat dibandingkan dua kandidat pesaingnya, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan,” tambahnya.

Namun, kata dia, hal ini menunjukkan tren yang mengkhawatirkan di mana membuat politik Indonesia mudah ditebak. Pemilu di Indonesia, tambahnya, kini berubah menjadi persaingan antar elit yang saling berhubungan dan mempunyai visi yang sama mengenai masa depan negara.

“Ketika Jokowi pertama kali bersaing memperebutkan kursi kepresidenan melawan Prabowo pada tahun 2014, pemilu tampaknya menjadi hal yang penting,” tulisnya.

“Ketika masyarakat Indonesia dihadapkan pada pilihan antara mantan penjual furnitur yang reformis dan mantan komandan militer sekaligus oligarki yang memiliki sejarah pelanggaran hak asasi manusia, nasib demokrasi Indonesia berada dalam bahaya,” muatnya lagi.

“Namun setelah pemilu yang menimbulkan polarisasi pada tahun 2019, Jokowi menunjuk Prabowo sebagai menteri pertahanan. Hal ini tidak hanya mendorong perubahan elektoral yang dilakukan Prabowo, tetapi juga memastikan bahwa Jokowi tidak akan menghadapi oposisi nyata selama masa jabatan keduanya.

Memang tambah dia, salah satu capres lain yakni Anies Baswedan menjalankan kampanye oposisi. Namun seruan perubahannya tak cukup kuat.

“Karena dominasi kandidat yang terkait dengan pemerintahan Jokowi, hanya ada sedikit perdebatan kritis,” tambahnya.

“Kampanye pemilu merupakan kesempatan penting untuk membahas dilema-dilema tersebut, namun hanya ada sedikit perdebatan mengenai apakah pemerintahan Indonesia saat ini telah memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia,” jelasnya lagi.

“Sebaliknya, sebagian besar pemberitaan mengenai pemilu hanya terfokus pada drama pribadi mengenai siapa yang terpilih menjadi wakil presiden dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi jajak pendapat.”